Kamis, 02 April 2015

Surveilans Gizi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Menurut WHO, praktek survailans gizi dilakukan dengan  melakukan pengamatan keadaan gizi, dalam rangka untuk membuat keputusan yang berdampak pada perbaikan gizi penduduk dengan menyediakan informasi yang terus menerus tentang keadaan gizi penduduk, berdasarkan pengumpulan data langsung sesuai sumber yang ada, termasuk data hasil survei dan data yang sudah ada.
Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi.  Diawali dengan berbagai survei dasar, disusun strategi dan kebijakan yang pada umumnya melibatkan berbagai sektor terkait. Keberhasilan program perbaikan gizi dinilai berdasarkan laporan rutin dan juga survey berkala melalui survei khusus maupun diintegrasikan pada survei nasional seperti Susenas, Survei Kesehatan Rumah Tangga dan lain-lain (Direktorat Gizi, 2010).
Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya perbaikan gizi masyarakat yang lakukan adalah peningkatan program ASI Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vit. A, Taburia, tablet besi bagi bumil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata laksana kasus gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan. (Rakerkesnas 2011).
Secara nasional, prevalensi status gizi balita pada 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0 gizi kurang. Bila dibandingkan dengan pencapaian MDG tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi berat kurang secara nasional harus diturunkan minimal sebesar 2,4% dalam periode 2011 sampai 2015.  Dari 33 provinsi di Indonesia, 18 provinsi masih memiliki prevalensi gizi kurang diatas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 18,5% di provinsi Banten sampai 30,5% di NTB (Riskesdas 2010).
Puskesmas diseluruh Indonesia tahun 2013 ada 497 puskesmas (4,97%), untuk provinsi Aceh ada 325 puskesmas (3,25%), dan untuk wilayah kota Banda Aceh ada 11 puskesmas (1,1%). Untuk wilayah Banda Aceh yang melakukan kegiatan surveilans gizi dengan baik ada dua puskesmas yaitu puskesmas Baiturrahman dan puskesmas Kopelma Darussalam.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang Kesehatan 2010-2014 telah ditetapkan salah satu sasaran pembangunan yang akan dicapai adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 15% dan menurunkan prevalensi balita pendek menjadi setinggi-tingginya 32%. Untuk mencapai sasaran RPJMN tersebut, dalam Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat telah ditetapkan 8 indikator kinerja, yaitu: (1) balita ditimbang berat badannya; (2) balita gizi buruk mendapat perawatan; (3) balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A; (4) bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif; (5) ibu hamil mendapat 90 tablet Fe; (6) rumah tangga mengonsumsi garam beriodium; (7) kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi; dan (8) penyediaan stok cadangan (buffer stock) Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk daerah bencana.
Untuk memperoleh informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksananan surveilans gizi akan memberikan indikasi
perubahan pencapaian indikator kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Selain itu, pelaksanaan surveilans gizi diperlukan untuk memperoleh tambahan informasi lain yang belum tersedia dari laporan rutin, seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), pemantauan status gizi anak dan ibu hamil risiko Kurang Energi Kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi mikro, dll. Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi ini dimaksudkan sebagai acuan petugas kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota dalam melaksanakan surveilans gizi untuk meningkatkan efektifitas kegiatan pembinaan gizi masyarakat dengan mempertajam upaya penanggulangan masalah gizi secara tepat waktu, tempat, sasaran dan jenis tindakannya ( Kemenkes, 2010).
   Pembuatan makalah ini ada hubungannya dengan mata kuliah Surveilans Gizi karena dimana setiap indikator Surveilans Gizi belum dilaksanakan sepenuhnya oleh petugas Surveilans yang ada di Puskesmas. Selain itu Surveilans Gizi juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat diandalkan untuk mendukung pencapaian tujuan kegiatan pembinaan gizi masyarakat.

1.2.  Tujuan
1.2.1.           Tujuan Umum          
Agar mahasiswa memahami dan mampu melaksanakan surveilans gizi.
1.2.2        Tujuan Khusus
1.  Agar mahasiswa mampu mengumpulkan data untuk keperluan surveilans gizi.
2.  Agar mahasiswa memahami bagaimana pelaksanaan surveilans gizi di Puskesmas yang diteliti.
3.  Agar mahasiswa memahami dan mampu membuat laporan hasil pengumpulan data tentang pelaksanaan surveilans gizi dalam rangka penilaian ujian final.
4.  Agar mahasiswa memahami secara luas definisi, tujuan, fungsi dan indikator untuk pelaksanaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Definisi Surveilans Gizi
Menurut WHO, surveilens gizi ialah pengamatan yang rutin dan sistematis terhadap masalah gizi serta faktor risiko yang menyebabkannya, agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses analisis informasi dari kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta distribusi informasi.
Sedangkan menurut Kemenkes (2010) Surveilans gizi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap masalah gizi buruk dan indikator pembinaan gizi masyarakat agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif, efisien dan tepat waktu melalui proses pengumpulan data, pengolahan, penyebaran informasi kepada penyelenggara program kesehatan dan tindak lanjut sebagai respon terhadap perkembangan informasi
Surveilans gizi adalah proses pengamatan berbagai masalah yang berkaitan dengan upaya perbaikan gizi masyarakat secara terus-menerus baik pada situasi normal maupun darurat dan informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka mencegah memburuknya status gizi masyarakat, menentukan intervensi yang diperlukan, manajemen program, dan evaluasi dari program yang sedang dan telah dilaksanakan (Depkes RI, 2008).
Menurut NAS (National Academy of Science) dalam  Adi dan Mukono (2000) surveilans gizi adalah kegiatan pengamatan terhadap status gizi yang bertujuan agar pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dan program dapat terarah kepada perbaikan gizi masyarakat golongan miskin. Informasi harus dikumpulkan secara teratur dan harus digunakan oleh para penentu kebijakan dan perencana program. Institusi yang terlibat harus mempunyai hubungan yang erat dengan mekanisme perencanaan dan intervensi.
Surveilans gizi adalah pengamatan yang dilakukan secara terus-menerus terhadap masalah kesehatan tertentu dan segala aspeknya dengan cara pengumpulan data, pengolahan, analisis, interpretasi dan penyebar-luasan informasi (disseminasi) kepada orang-orang yang berkepentingan shg dapat dipergunakan untuk pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan tersebut. (Edison, 2011)
Surveilens Gizi adalah mengamati keadaan gizi secara terus -menerus untuk pengambilan keputusan bagi upaya peningkatan dan pencegahan memburuknya keadaan gizi masyarakat (Morley, 1976; Foege,1976, Aranda Pastor 1983, Mason, 1984).
KESIMPULAN
Surveilans gizi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus dengan upaya perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan agar pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dan program dapat terarah kepada perbaikan gizi masyarakat golongan miskin dan dapat dilakukan tindakan penanggulangan masalah gizi masyarakat secara efektif dan efisien melalui proses analisis informasi dari kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta distribusi informasi.

2.2         Tujuan Surveilans Gizi
Menurut Kemenkes (2010) tujuan dari surveilans gizi adalah untuk memberikan gambaran perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan.
Menurut Morley dkk, (1976) tujuan dari surveilans gizi adalah mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan meliputi gambaran masalah kesehatan menurut waktu, tempat dan orang, diketahuinya determinan, faktor risiko dan penyebab langsung terjadinya masalah kesehatan tersebut.
Surveilans gizi bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Hakikatnya tujuan surveilans gizi adalah memandu intervensi kesehatan. Karena itu sifat dari masalah  kesehatan masyarakat menentukan desain dan implementasi sistem surveilans (Murti, 2010).
Surveilans gizi bertujuan memonitor kecenderungan (trends) penyakit; mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak; memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada populas, menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan, mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan; mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).
Tujuan surveilans gizi adalah mengidentifikasi kelompok masyarakat dan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat, daerah atau di tingkat nasional. Sedangkan tujuan penapisan gizi adalah mengidentifikasi individu (perseorangan) yang beresiko terhadap masalah gizi dan hasil dari kegiatan tersebut digunakan sebagai dasar dalam memberikan intervensi secara individu pula. Walaupun demikian dalam keadaan tertentu data yang dikumpulkan dalam program penapisan dapat juga digunakan untuk kepentingan surveilans gizi (Adi dan Mukono,2000).

2.3    Fungsi Surveilans Gizi
Fungsi surveilans gizi antara lain:
1.      Monotoring program gizi perencanaan program
2.      Prediksi masa depan, manajemen dan evaluasi program, mencari atau mengobservasi indikator-indikator masalah gizi baru dalam program yang sedang berjalan
3.      Timely warning and intervention system
4.      Sistem Isyatat Dizi dan intervensi
5.      Suatu sistem yang ditujukan untuk mencegah malnutrisi dengan cara melihat ketersediaan makanan yang dikonsumsi.
Fungsi umum surveilans gizi (Thacker, 2000) adalah perencanaan, implementasi, dan evaluasi kegiatan kesehatan masyarakat. Sedangkan, manfaat khusus memperkirakan kuantitas masalah, menggambarkan riwayat alamiah penyakit, mendeteksi wabah/KLB, menggambarkan distribusi masalah kesehatan, memfasilitasi penelitian dan epidemiologis dan laboratoris, membuktikan hipotesis, menilai kegiatan pencegahan dan penanggulangan, memonitor perubahan agen infeksius, memonitor upaya isolasi, mendeteksi perubahan kegiatan, merencanakan kegiatan.
Fungsi lain dari surveilans gizi besarnya masalah kesehatan yang penting,  sebagai gambaran perjalanan alami suatu penyakit,  sebagai deteksi KLB,  dokumentasi, distribusi, dan penyebaran peristiwa kesehatan,  bermanfaat untuk epidemiologi dan penelitian laboratorium, untuk keperluan  evaluasi pengendalian dan pencegahan,  sebagai tool monitoring kegiatan karantina, dapat memperkiraan perubahan dalam praktek kesehatan, dan sebagai perencanaan

2.4    Indikator Surveilans Gizi         
Untuk mencapai sasaran RPJMN Tahun 2010-2014 bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, yang memuat indikator keluaran yang harus dicapai, kebijakan dan strategi. Dibidang perbaikan gizi telah ditetapkan 8 indikator keluaran, yaitu;
1. 100% balita gizi buruk ditangani/dirawat
2. 85% balita ditimbang berat badannya,
3. 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif,
4. 90% rumah tangga mengonsumsi garam beryodium,
5. 85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A,
6. 85% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet,
7. 100% kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi, dan
8. 100% penyediaan buff er stock MP-ASI untuk daerah bencana. (Kemenkes, 2010)

Beberapa indikator yang berkaitan dengan dengan survelen gizi yang diajukan direktorat gizi masyarakat adalah sebagai berikut:
1.      Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)
2.      Balita kurang gizi
3.      Gangguan pertumbuhan balita
4.      Kekurangan energi kronis (KEK) wanita usia subur (WUS)
5.      Kekurangan energi kronis Ibu hamil
6.      Rumah tangga konsumsi garam beryodium
7.      Anak kekurangan vitamin A
8.      Konsumsi gizi rumah tangga
9.      Anemia gizi
10.  Gizi darurat daerah bencana
11.  Gizi lebih pada orang dewasa
12.  ASI eksklusif dan MP-ASI  (Direktorat gizi masyarakat, 2009)

2.5    Akibat Surveilans Gizi Tidak Dilaksanakan
Surveilans gizi merupakan salah satu kegiatan yang dapat diandalkan untuk mendukung pencapaian tujuan kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat. Dengan pelaksanaan surveilans gizi yang baik keadaan gizi masyarakat dapat dipantau secara teratur, sehingga mampu mencegah, mengantisipasi dan menangani masalah gizi di masyarakat dengan baik.    Dengan kata lain jika survelen gizi tidak dilaksanakan maka masalah gizi tidak  mampu dicegah, tidak dapat diantisipasi dan ditangani secara sempurna. Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau laporan tidak akurat maka pengelola kegiatan gizi diharuskan melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau kunjungan langsung ke puskesmas (Kemenkes, 2010).
Surveillance gizi merupakan alat untuk :
-          Menemukan problem gizi di masyarakat,
-          Merumuskan suatu kebijakan
-          Perancangan dan
-          Evaluasi program kegiatan di bidang gizi (terkait dengan pengembangan atau penanggulangan keadaan gawat)      
Tanpa suatu sistem Surveillance Gizi yang memadai suatu penurunan gizi dan kesehatan yang progresif/mendadak tanpa diketahui terlebih dahulu. Ketiadaan isyarat dini menyebabkan ketidaksiagaan berkelanjutan, respon tidak mencukupi dan pemborosan sumber yang sia-sia (Gizi dan kesehatan masyrakat universitas Diponegoro, 2010)

2.6    Cara Penyusunan Kuesioner
Untuk menyusun kuesioner tidak hanya dituntut sitematis dan rapi saja, tetapi ada hal lain yang perlu diperhatikan:
1.      Pertanyaan harus jelas, artinya tidak mendua atau membingungkan untuk responden dalam memberikan jawaban. Misalnya, pertanyaan yang sudah ditentukan agar hanya responden yang memberikan jawabannya seperti pertanyaan yang ditentukan bahwa hanya satu jawaban yang dianggap benar. Tetapi ternyata ada jawaban lain yang juga benar. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan pengolahan data dan penyusunan kesimpulan.
2.      Pertanyaan jangan menggunakan istilah yang terlalu ilmiah atau bahasa yang sulit dimengerti responden, seperti istilah karies gigi dan gingivitis.
3.      Pertanyaan yang terlalu luas jawabannya perlu dipecah menjadi pertanyaan yang lebih sempit meskipun terdiri atas beberapa pertanyaan. Misalnya, “dimana keluarga Ibu berobat gigi? Seyogianya pertanyaan tersebut dipecah menjadi, Ibu berobat gigi dimana? Kalau suami dimana(sebab ada kemungkinan suami berobat dikantor sekalian berangkat kerja), anak dimana?”
4.      Hindari menyusun pertanyaan dengan double negatives. Misalnya,  “setelah pencabutan gigi ibu tudak mengalami perdarahan adan tidak sakit? Seharusnya menjadi, “apakah ibu mengalami perdarahan satu jam setelah selesai pencabutan? Apakah setelah pencabutan dan daya bius obat hilang ibu merasa sakit?
5.      Hindari memberi arahan ( suggestive leading ) pada jawaban yang diberikan. Misalnya, “ sehabis makan malam, ibu menggosok gigi atau tidak? ‘pertanyaan ini menyebabkan responden meskipun seharusnya menjawab tidak, sebab tidak melakukannya, tetapi karena malu akan menjawab ya. Seharusnya pertanyaannya adalah “kapan Ibu menggosaok gigi?” dengan jawaban berupa pagi sebelum berangkat kerja dan malam sebelum tidur, atau modifikasi jawaban lain berdasarkan penilaian yang terbesar sampai sangat kurang benar.
6.      Pertanyaan harus membangun ingatan responden. Artinya pertanyaan disusun sedemikian rupa kalau perlu dengan urutan kronologis, agar responden terbangun ingatannya pada peristiwa atau hal-hal yang diketahui, di pahami, dan dilakukannya sehingga memudahkan menjawab pertanyaan yang kita ajukan. Ingat kuesipner bukan pertanyaan ujian, tetapi pertnyaan yang jawabannya kita butuhkan (datanya kita butuhkan) untuk mencapai tujuan ataun menarik kesimpulan.
7.      Pertanyaan yang diajukan pada kuesoiner yang tertutup (close ended) dengan beberapa kemungkinan jawaban seyogianya disusun secara rapi (Budiharto, 2006).
Kuesioner yang digunakan harus benar-benar mewakili apa yang menjadi tujuan penelitian yang dilakukan. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.      Sebelum atau pada saat membuat kuesioner, ada baiknya pelajari kuseioner yang sudah ada dan yang relevan dengan topik penelitian yang akan  dilakukan.
2.      Masalah-masalah konsep dan pengukuran dapat dipecahkan dengan berkonsultasi dengan pakar.
3.      Untuk lebih memahami tentang fenomena dan perubahan sosial, seorang peneliti harus mencari informasi tambahan melalui data sekunder, wawancara bebas, observasi dan berpartisipasi dalam studi kasus (Kun Maryati, 2008).
Menurut Meredith D. Gall (2003) Langkah-langkah  yang dilakukan dalam menyusun dan mengelola kuesioner penelitian
1.      Menentukan Tujuan Penelitian
Mendefinisikan permasalahan  penelitian dan tujuan khusus yang akan dicapai atau hipotesis yang akan diuji dengan kuesioner merupakan hal penting  untuk dipertimbangkan oleh seorang peneliti sebelum mengembangkan kuesioner, agar memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan.
2.      Menentukan Kelompok Sampel
Setelah tujuan atau hipotesis telah dinyatakan secara jelas, target populasi dari mana sampel akan dipilih harus diidentifikasi. Jika peneliti tidak tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang suatu situasi , maka akan terjadi kesalahan pengiriman kuesioner pada kelompok yang tidak memiliki informasi yang diminta.
3.      Merancang Kuesioner
Beberapa kuesioner penelitian dilemparkan bersama-sama dalam satu atau dua jam. Pengalaman mengembangkan beberapa kuesioner  serampangan sebagai pendekatan penelitian telah menyebabkan penerima kuesioner tersebut banyak bersikap negatif, kemudian memasukkan  dalam kotak sampah dengan sedikit lebih cepat.
4.      Menguji Cobakan Kuesioner
Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden, ujicobakanlah lebih dahulu kepada sejumlah kecil responden. Ini gunanya untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur dimaksud. Selain itu, ini juga bisa digunakan untuk mengetahui kemungkinan diterima atau ditolaknya hipotesis yang telah dirumuskan. Selain itu, jika ternyata dalam uji coba ini terdapat banyak kesalahan, maka peneliti bisa mengubah atau menyempurkannya.
5.     Komunikasi  Awal Dengan Sampel
Para peneliti menemukan bahwa menghubungi responden sebelum mengirim kuesioner akan meningkatkan tingkat respon. Kontak awal  yang dilakukan  peneliti mengidentifikasi diri, mendiskusikan tujuan penelitian, dan meminta kerjasama.
6.     Surat Pengantar Kuesioner
Tujuan utama dalam melakukan survei dengan kuesioner adalah untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi.  Surat pengantar yang menyertai kuesioner sangat mempengaruhi tingkat pengembalian, oleh karena itu harus dirancang dengan hati-hati. Dalam surat pengantar dijelaskan maksud pengedaran kuesioner, jaminan kerahasiaan jawaban serta ucapan terima kasih kepada responden.
Dalam surat pengantar kuesioner harus memuat beberapa point penting antara lain:
a.       Maksud/tujuan penelitian
b.      Pentingnya penelitian yang dilakukan
c.       Batas waktu dan cara pengembalian
d.      Kesiapan untuk menerima masukan
e.       Penawaarn untuk memberikan informasi hasil penelitian
f.       Ucapan terima kasih kepada responden
7.     Tindak Lanjut
Beberapa hari setelah batas waktu yang ditentukan dalam surat pengantar, peneliti dapat menghubungi responden dengan mengirimkan surat tindak lanjut disertai salinan kuesioner yang lain.
8.      Menganalisis Data Kuesioner
Semua jawaban (pilihan) diberi kode dan dimasukkan ke dalam program analisis ecstatic untuk data kualitatif. Prosedur ini memudahkan penentuan prosentase, mean (rata-rata), range dan tabulasi silang. Semua komentar dan jawaban tertutup dimasukkan seluruhnya ke dalam analisis teks ethnograf yang memudahkan pengkodean dan pemilihan kata-kata responden sehingga polanya dapat dipastikan (Satriawan, 2012)
Langkah-langkah Membuat Kuesioner :
Langkah I Spesifikasikan informasi yang diperlukan
1.         Pastikan semua informasi didapatkan seluruhnya untuk menjawab permasalahan, permasalahan penelitian. Hipotesis, karakteristik tujuan penelitian
2.         Dapatkan target populasi yang jelas.

Langkah 2 Tipe metode wawancara yaitu Tentukan tipe wawancara yang ingin dilakukan.

Langkah 3 Isi pertanyaan secara individual.
1.         Apakah pertanyaan tersebut perlu
2.         Apakah ada beberapa pertanyaan yang membingungkan.
3.         Jangan memberikan pertanyaan yang berisi dua alternative. (Dwi Endah Kusrini, 2009)
 
BAB III
HASIL PENGUMPULAN DATA DARI PUSKESMAS
3.1    Gambaran Umum Tentang Puskesmas
Puskesmas Lampaseh Kota merupakan salah satu puskesmas di Wilayah Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh. Secara keseluruhan, luas Wilayah Desa Lampaseh Kota Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh adalah 32 Ha. Keadaan jumlah penduduk Desa Lampaseh Kota sampai dengan bulan Maret 2013 secara umum dapat digambarkan bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1.279 orang dan perempuan 972 orang.

3.1.1        Letak dan Alamat serta Batas-batas
Puskesmas Lampaseh Kota terletak di jalan Rama Setia Lr. Syahmidin Lampaseh Kota, Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh.  Batas-batas wilayahnya sebagai berikut :
1.        Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Desa Merduati Kecamatan Kutaraja
2.        Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Desa Lampaseh Aceh Kecamatan Meuraxa
3.        Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Desa Merduati Kecamatan Kutaraja
4.        Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Desa Punge Jurong Kecamatan Meuraxa

3.1.2        Struktur dan Tugas Organisasi Puskesmas
Stuktur Organisasi
Kepala puskesmas adalah penanggung jawab umum pelayanan kesehatan di puskesmas. Kepala puskesmas Lampaseh bertugas memimpin penyelenggaraan pelayanan kesehatan di puskesmas. Dibawah kepala puskesmas terdapat struktur dengan unit sebagai berikut :
1.      Kepala Puskesmas                             :  dr. Nurcahayati
2.      Kepala Tata Usaha                            :  Efi Adriani,SKM, M.kes
-       Unit Keuangan                             : Yumizar, Amd,keb
-       Unit Kartu                                    :  Darmawati,SKM
   Ernilawati
-       Unit Kepegawaian                       : Nensi Novera
-       Unit Askes                                   : Nensi Novera
-       Unit JKA                                      : Endang Hariyani
-       BOK                                             : Nana Mirzana,SKM
-       Unit SP2TP/Sinpus                      : Yumizar, Amd,Keb
3.      Koordinator Pelayanan Klinik         
-       Unit Klinik Umum                       : Dewi Ria Safitri
  Devi Mailyna,Amd.keb
-       Unit Laboratorium                       :  Azizah
                                                                      Yulia,Akk
-       Unit Klinik Gigi                           : drg.Juanda
-       Unit Farmasi                                 : dr.Nurcahayati
              dr.Nila Frisanti
-       Unit KB                                       : Siti Hasanah,Amd.keb
-       Unit Imunisasi                              : Armadalita,Amd.keb
-       KIA                                              : Neneng Sofiah
              Yuslinar
-       PKPR                                           : Ernawati,Amd.kg
-       Promkes                                        : Nana Mirzana,SKM
4.      Koordinator Pelayanan Kes. Masy. 
-       Unit MTBS                                  : Safwanidar
-       Unit Lansia                                   : Lismawati
-       Unit Kesling                                 : Darmawati,SKM
-       Unit Gizi                                      : Siti Fatimah,Amd.Gz
-       Unit UKS                                     : Ernawati,Amd.kg
-       Unit Jiwa                                      : Afdilla Nova
5.      Pencegahan dan penanggulangan penyakit
-        TB, Kusta                                    : Azizah
-          Malaria                                        : Yulia,Akk
-          Diare & Ispa                                : Marhamah,Amk
-          DBD & Surveilans                      : Nensi Novera
6.      Koordinator Pustu peulanggahan     : Uli Rahayu Pratama
-       Bidan Desa kp.Pande                   : Siti soleha khairani,Amd.keb
-       Bidan Desa kp.Jawa                     : Nelli Susanti,Amd.keb
-       Bidan Desa Peulanggahan           : Febrianty Amd.keb
7.      Koordinator Pustu Gp.Pande           : Maulidia Sari,Amd.keb
-          Bidan Desa Merduati                   : Ita Mardiana,Amd.Keb
-          Bidan desa Lampaseh                  : Yashinta Dewi,Amd.keb
-          Bidan Desa Keudah                     : Nefihasnita,Amd,keb
8.      Koordinator Kebersihan                   : Agam Bukhari

Tugas Organisasi Puskesmas
Tugas organisasi puskesmas Lampaseh adalah sebagai berikut :
a.       Unsur Pimpinan yaitu Kepala Puskesmas
Pimpinan (Kepala Puskesmas) bertugas untuk memimpin semua petugas yang ada di Puskesmas Lampaseh Kabupaten Banda Aceh.
b.      Unsur Pelaksanaan
Bertugas untuk membantu Kepala Puskesmas dalam menjalankan tugasnya, yang terdiri dari:
1.      Kepala Tata Usaha 
-       Unit Keuangan
-       Unit Kartu
-       Unit Kepegawaian
-       Unit Askes
-       Unit SP2TP/ SINPUS
2.    Koordinator Pelayanan Klinik
-       Unit Klinik Umum
-       Laboratorim
-       Unit Farmasi
-       Unit Pelayanan Khusus
-       Unit KB
-       Unit Imunisasi
-       Unit KIA
3.    Koordinator Pelayanan Kesehatan Masyar
-       Unit UKBM
-       Unit Kesling
-       Unit Gizi
-       Unit UKS
4.      Kepala Puskesmas Pembantu Peulanggahan
5.      Kepala Puskesmas Pembantu Gp.Pande
Tenaga Kesehatan yang ada di Wilayah Puskesmas Lampaseh
Ketenagaan dan fungsi tenaga kesehatan Puskesmas Lampaseh dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.  Tenaga Kesehatan yang ada di Puskesmas Lampaseh Kecamatan Kuta Raja 2013
No
Tenaga Kesehatan
Puskesmas
Pustu
PNS
PTT
Bakti

1.
Dokter Umum
3



2.
Dokter Gigi & Mulut
1



3.
Kesehatan Masyarakat
5



4.
Apoteker
1

1

5.
Perawat
7

2

6.
Bidan
8
5

5
7.
Sanitarian
2



8.
Nutrisionist
1

1

9.
Kesling
1



10.
Perawat Gigi
0



11.
Analis
1



12.
Laboratorium
2



13.
Supir
1

1

JUMLAH
33
5
4
5
Sumber : Data Puskesmas Lampaseh Tahun 2013
Tenaga kesehatan Puskesmas Lampaseh berjumlah sebanyak 47 orang yang terdiri dari PNS di Puskesmas 33 orang, tenaga PTT sebanyak 5 orang, Bakti sebanyak 4 orang  dan tenaga Pustu sebanyak 5 orang.

3.2    Pelaksanaan Surveilans Gizi
3.2.1        Siapa yang diwawancarai
Pelaksanaan surveilans gizi dilakukan dilakukan di Puskesmas Lampaseh Kecamatan Kutaraja yang di wawancarai Siti Fatimah,Amd.Gz sebagai koordinator unit gizi, dimana data-data tentang indikator surveilans gizi terdapat di ruangan gizi.

3.3 Hasil Surveilans Gizi dalam Bentuk Narasi, Tabel dan Diagram
1.      Kasus Balita Gizi Buruk yang ditangani
Jumlah balita gizi buruk yang di tangani oleh puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh hanya 1 balita dari 6 balita yang menderita gizi buruk, artinya survelen gizi di puskesmas Lampaseh belum menangani 100% balita gizi buruk. Karena hanya 1 balita yang harus dirawat dan mendapat penanganan khusus.

Tabel 2. Jumlah Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
No.
Usia Balita
Jumlah
Frekuensi (%)
1
0-6 bulan
112
12
2
6 bulan-1 tahun
137
14
3
1-2 tahun
346
36
4
2-5 tahun
361
38
Jumlah
956
100%
  





2.      Balita Ditimbang Berat Badannya
Jumlah balita yang ditimbang berat badannya di posyandu dari 4 Desa dalm 1 bulan sebanyak 843 balita atau 88 % dari 956 balita, artinya sebanyak 113 balita tidak di timbang berat badannya karena tidak hadir ke posyandu dengan alasan orang tua balita tidak sempat membawa balitanya ke posyandu. Berarti puskesmas Lampaseh sudah melebihi target dari indikator RPJM sebanyak 3%.
Tabel 3. Jumlah Balita yang Ditimbang Berat Badan di Wilayah Kerja
Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
Usia Balita
Jumlah
Frekuensi (%)
0-6 bulan
83
10
6 bulan-1 tahun
105
12
1-2 tahun
325
39
2-5 tahun
330
39
Jumlah
843
100%






3.      Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan
Dari 112 jumlah bayi di wilayah kerja puskesmas Lampaseh, yang mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 12 bayi atau 11 % dari jumlah bayi. Artinya sebanyak 100 atau 89 % bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif karena mayoritas Ibu balita memiliki pekerjaan diluar rumah. 

Tabel 4. Jumlah Balita yang Mendapatkan ASI Esklusif  di Wilayah Kerja
Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
Pemberian ASI Eksklusif
Jumlah
Frekuensi (%)
Asi eksklusif
12
11
Tidak Mendapat Asi Eksklusif
100
89
Jumlah
112
100%





4.      Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Garam Beryodium
Dari 475 keluarga diwilayah kerja Puskesmas Lampaseh, dilakukan survey pada anak sekolah dasar sebanyak 156 keluarga dengan cara murid Sekolah Dasar membawa garam yang dikonsumsi dari rumah masing-masing, hanya 55 atau 35% keluarga yang mengkonsumsi garam yang mengandung Iodium. Artinya 101 atau 65%  keluarga tidak mengkonsumsi garam beryodium disebabkan karena harga garam beryodium lebih mahal dibandingkan garam biasa.

Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Garam Beryodium
di Wilayah Kerja Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
Konsumsi Garam Beryodium
Jumlah
Frekuensi (%)
Mengkonsumsi
55
35
Tidak Mengkonsumsi
101
65
Jumlah
156
100%





5.      Balita yang Mendapat Kapsul Vitamin A
Dari 138 bayi yang berusia 6 sampai 11 bulan hanya 85 atau 61% bayi yang mendapat kapsul vitamin A. Sedangkan dari 684 balita yang berusia <60 bulan 342 atau 50 % balita yang mendapat  vitamin A. Selebihnya balita tidak mendapat kapsul vitamin A karena tidak hadir ke posyandu.

Tabel 6. Jumlah Balita Usia 6-11 bulan yang Mendapat Kapsul Vitamin A
  di Wilayah Kerja Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
Balita usia 6-11 bulan yang Mendapat Vit A
Jumlah
Frekuensi (%)
Balita  yang mendapat vitamin A
85
62
Balita yang tidak mendapat vitamin A
53
38
Jumlah
138
100%





Tabel 7. Jumlah Balita Usia <60 bulan yang Mendapat Kapsul Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
Balita usia <60 bulan yang Mendapat Vit A
Jumlah
Frekuensi (%)
Balita  yang mendapat vitamin A
342
50
Balita yang tidak mendapat vitamin A
342
50
Jumlah
684
100

6.      Ibu Hamil yang mendapat Fe 90 tablet
Dari 202 jumlah Ibu hamil di wilayah kerja puskesmas Lampaseh, 60 atau 30% ibu hamil mendapat tablet Fe dan rata-rata hanya mendapatkannya pada trismester pertama karena Ibu hamil tidak datang pada trimsester berikutnya. Sedangkan selebihnya sebanyak 70 % Ibu hamil tidak mendapat tablet Fe karena mayoritas Ibu hamil diwilayah kerja Puskesma Lampaseh lebih memilih untuk memeriksakan kehamilannya pada dokter spesialis kandungan.

Tabel 8. Jumlah Ibu Hamil yang mendapat Fe 90 tablet di Wilayah Kerja
Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
Jumlah Ibu Hamil
Jumlah
Frekuensi (%)
Yang Mendapat Fe
60
30
Tidak Mendapat fe
142
70
Jumlah
202
100





7.      Kabupaten/Kota Melaksanakan Surveilans Gizi
Surveilans gizi belum 100%  di laksanakan di beberapa puskesmas kota Banda Aceh, karena banyak masyarakat yang datang ke puskesmas hanya pada saat mengobati penyakit saja sedangkan untuk memeriksa kehamilan dan membawa balita ke posyandu, masyarakat kurang berpartisipasi karena kecamtan Kuta Raja berada dipusat kota Banda Aceh dan masyarakatbanyak yang  lebih percaya memeriksa kesehatannya pada dokter speasialis dibandingkan mengunjungi puskesmas.   

8.      Penyediaan Bufer Stock MP-ASI Daerah Bencana
Makanan pendamping ASI (MP-ASI)  tidak disediakan untuk daerah bencana karena keterbatasan biaya dari Dinas Kesehatan. MP-ASI hanya disediakan untuk balita yang mengalami gizi buruk. MP-ASI yang diberikan terdiri dari susu, bubur tim, telur dan bubur kacang hijau.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1    Kesimpulan
-       Pelaksanaan surveilans gizi masih kurang karena sebagian indikator surveilans gizi belum mencapai target yang sesuai dengan RPJM tahun 2014 hanya 1 indikator yang mencapai target yaitu penimbangan balita tiap bulan di posyandu.
-   Indikator lain belum mencapai target karena surveilans susah dilaksanakan sebab banyak masyarakat tidak banyak yang mengunjungi puskesmas untuk memeriksa kesehatannya.

4.2    Saran
Masyarakat kecamatan Kuta Raja sebaiknya mengunjungi puskesmas untuk memeriksa kesehatannya. Karena Puskesmas disediakan Pemerintah Kesehatan untuk kesehatannya masyarakat yang lebih baik selain itu puskesmas tidak memungut biaya apapun pada pasien dan lokasinya juga dekat dengan pemukiman masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

-           Budiharto, 2006, Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan Gigi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta

-            Edison, 2010. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran. Universitas Andalas.

-         Kemenkes. 2010. Pedoman Pelaksanaan Surveilans Gizi di Kabupaten/Kota. Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
-            Rahayu, Endang, 2011. Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas). Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar