BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut WHO, praktek survailans gizi dilakukan
dengan melakukan pengamatan keadaan gizi, dalam rangka untuk membuat
keputusan yang berdampak pada perbaikan gizi penduduk dengan menyediakan
informasi yang terus menerus tentang keadaan gizi penduduk, berdasarkan
pengumpulan data langsung sesuai sumber yang ada, termasuk data hasil survei
dan data yang sudah ada.
Upaya perbaikan gizi
masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan
perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Diawali dengan berbagai survei dasar, disusun
strategi dan kebijakan yang pada umumnya melibatkan berbagai sektor terkait.
Keberhasilan program perbaikan gizi dinilai berdasarkan laporan rutin dan juga
survey berkala melalui survei khusus maupun diintegrasikan pada survei nasional
seperti Susenas, Survei Kesehatan Rumah Tangga dan lain-lain (Direktorat Gizi,
2010).
Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya
perbaikan gizi masyarakat yang lakukan adalah peningkatan program ASI Ekslusif,
upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vit. A, Taburia, tablet besi
bagi bumil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata laksana kasus
gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan. (Rakerkesnas 2011).
Secara nasional, prevalensi status gizi balita pada 2010
adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0 gizi kurang. Bila
dibandingkan dengan pencapaian MDG tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi berat
kurang secara nasional harus diturunkan minimal sebesar 2,4% dalam periode 2011
sampai 2015. Dari 33 provinsi di
Indonesia, 18 provinsi masih memiliki prevalensi gizi kurang diatas angka
prevalensi nasional yaitu berkisar antara 18,5% di provinsi Banten sampai 30,5%
di NTB (Riskesdas 2010).
Puskesmas
diseluruh Indonesia tahun 2013 ada 497 puskesmas (4,97%), untuk provinsi Aceh
ada 325 puskesmas (3,25%), dan untuk wilayah kota Banda Aceh ada 11 puskesmas
(1,1%). Untuk wilayah Banda Aceh yang melakukan kegiatan surveilans gizi dengan
baik ada dua puskesmas yaitu puskesmas Baiturrahman dan puskesmas Kopelma
Darussalam.
Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang Kesehatan 2010-2014 telah
ditetapkan salah satu sasaran pembangunan yang akan dicapai adalah menurunkan
prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 15% dan menurunkan prevalensi
balita pendek menjadi setinggi-tingginya 32%. Untuk mencapai sasaran RPJMN
tersebut, dalam Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat telah ditetapkan 8
indikator kinerja, yaitu: (1) balita ditimbang berat badannya; (2) balita gizi
buruk mendapat perawatan; (3) balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A; (4)
bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif; (5) ibu hamil mendapat 90 tablet
Fe; (6) rumah tangga mengonsumsi garam beriodium; (7) kabupaten/kota
melaksanakan surveilans gizi; dan (8) penyediaan stok cadangan (buffer stock)
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk daerah bencana.
Untuk memperoleh
informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat secara cepat, akurat,
teratur dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di
seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksananan surveilans gizi akan
memberikan indikasi
perubahan pencapaian indikator kegiatan
pembinaan gizi masyarakat. Selain itu, pelaksanaan surveilans gizi diperlukan
untuk memperoleh tambahan informasi lain yang belum tersedia dari laporan
rutin, seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan Pemberian
Makanan Tambahan (PMT), pemantauan status gizi anak dan ibu hamil risiko Kurang
Energi Kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi mikro, dll.
Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi ini dimaksudkan sebagai acuan petugas
kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota dalam melaksanakan surveilans gizi
untuk meningkatkan efektifitas kegiatan pembinaan gizi masyarakat dengan
mempertajam upaya penanggulangan masalah gizi secara tepat waktu, tempat, sasaran
dan jenis tindakannya ( Kemenkes, 2010).
Pembuatan makalah ini ada hubungannya dengan mata kuliah
Surveilans Gizi karena dimana setiap indikator Surveilans Gizi belum
dilaksanakan sepenuhnya oleh petugas Surveilans yang ada di Puskesmas. Selain
itu Surveilans Gizi juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat diandalkan
untuk mendukung pencapaian tujuan kegiatan pembinaan gizi masyarakat.
1.2. Tujuan
1.2.1.
Tujuan
Umum
Agar
mahasiswa memahami dan mampu melaksanakan surveilans gizi.
1.2.2
Tujuan
Khusus
1. Agar mahasiswa mampu mengumpulkan data untuk
keperluan surveilans gizi.
2. Agar mahasiswa memahami bagaimana pelaksanaan
surveilans gizi di Puskesmas yang diteliti.
3. Agar mahasiswa memahami dan mampu membuat
laporan hasil pengumpulan data tentang pelaksanaan surveilans gizi dalam rangka
penilaian ujian final.
4. Agar mahasiswa memahami secara luas definisi,
tujuan, fungsi dan indikator untuk pelaksanaan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi
Surveilans Gizi
Menurut WHO, surveilens
gizi ialah pengamatan yang rutin dan sistematis terhadap masalah gizi serta
faktor risiko yang menyebabkannya, agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses analisis informasi dari kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta distribusi informasi.
Sedangkan menurut
Kemenkes (2010) Surveilans gizi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap masalah gizi buruk dan indikator pembinaan gizi
masyarakat agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif, efisien
dan tepat waktu melalui proses pengumpulan data, pengolahan, penyebaran
informasi kepada penyelenggara program kesehatan dan tindak lanjut sebagai
respon terhadap perkembangan informasi
Surveilans gizi adalah proses
pengamatan berbagai masalah yang berkaitan dengan upaya perbaikan gizi
masyarakat secara terus-menerus baik pada situasi normal maupun
darurat dan informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan dalam rangka mencegah memburuknya status gizi masyarakat, menentukan
intervensi yang diperlukan, manajemen program, dan evaluasi dari program yang
sedang dan telah dilaksanakan (Depkes RI, 2008).
Menurut NAS (National Academy of
Science) dalam Adi dan Mukono (2000)
surveilans gizi adalah kegiatan pengamatan terhadap status gizi yang bertujuan
agar pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dan program dapat terarah
kepada perbaikan gizi masyarakat golongan miskin. Informasi harus dikumpulkan
secara teratur dan harus digunakan oleh para penentu kebijakan dan perencana
program. Institusi yang terlibat harus mempunyai hubungan yang erat dengan
mekanisme perencanaan dan intervensi.
Surveilans gizi adalah pengamatan yang dilakukan secara terus-menerus
terhadap masalah kesehatan tertentu dan segala aspeknya dengan
cara pengumpulan data, pengolahan, analisis, interpretasi
dan penyebar-luasan
informasi (disseminasi) kepada orang-orang yang berkepentingan shg dapat
dipergunakan untuk pencegahan
dan pengendalian masalah
kesehatan tersebut. (Edison, 2011)
Surveilens Gizi adalah
mengamati keadaan gizi secara terus -menerus untuk pengambilan keputusan bagi
upaya peningkatan dan pencegahan memburuknya keadaan gizi masyarakat (Morley,
1976; Foege,1976, Aranda Pastor 1983, Mason, 1984).
KESIMPULAN
Surveilans gizi adalah
suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus dengan upaya
perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan agar pengambilan keputusan dalam
penentuan kebijakan dan program dapat terarah kepada perbaikan gizi masyarakat
golongan miskin dan dapat dilakukan tindakan penanggulangan
masalah gizi masyarakat secara efektif dan efisien melalui proses analisis
informasi dari kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data
serta distribusi informasi.
2.2
Tujuan
Surveilans Gizi
Menurut Kemenkes (2010) tujuan dari
surveilans gizi adalah untuk memberikan gambaran perubahan pencapaian kinerja
pembinaan gizi masyarakat dan indikator khusus lain yang diperlukan secara
cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dalam rangka
pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta
perumusan kebijakan.
Menurut Morley dkk, (1976)
tujuan dari surveilans gizi adalah mendapatkan informasi tentang masalah
kesehatan meliputi gambaran masalah kesehatan menurut waktu, tempat dan orang,
diketahuinya determinan, faktor risiko dan penyebab langsung terjadinya masalah
kesehatan tersebut.
Surveilans gizi bertujuan memberikan
informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan
faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan
kesehatan dengan lebih efektif. Hakikatnya tujuan surveilans gizi adalah
memandu intervensi kesehatan. Karena itu sifat dari masalah kesehatan masyarakat menentukan desain dan implementasi
sistem surveilans (Murti, 2010).
Surveilans gizi bertujuan memonitor kecenderungan
(trends) penyakit; mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk
mendeteksi dini outbreak; memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban
penyakit (disease burden) pada populas, menentukan kebutuhan kesehatan
prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program
kesehatan, mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan; mengidentifikasi
kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).
Tujuan surveilans gizi adalah
mengidentifikasi kelompok masyarakat dan berbagai kegiatan yang ada di
masyarakat, daerah atau di tingkat nasional. Sedangkan tujuan penapisan gizi
adalah mengidentifikasi individu (perseorangan) yang beresiko terhadap masalah
gizi dan hasil dari kegiatan tersebut digunakan sebagai dasar dalam memberikan
intervensi secara individu pula. Walaupun demikian dalam keadaan tertentu data
yang dikumpulkan dalam program penapisan dapat juga digunakan untuk kepentingan
surveilans gizi (Adi dan Mukono,2000).
2.3
Fungsi
Surveilans Gizi
Fungsi
surveilans gizi antara lain:
1. Monotoring
program gizi perencanaan program
2. Prediksi
masa depan, manajemen dan evaluasi program, mencari atau mengobservasi
indikator-indikator masalah gizi baru dalam program yang sedang berjalan
3. Timely
warning and intervention system
4. Sistem
Isyatat Dizi dan intervensi
5. Suatu sistem
yang ditujukan untuk mencegah malnutrisi dengan cara melihat ketersediaan
makanan yang dikonsumsi.
Fungsi
umum surveilans gizi (Thacker, 2000) adalah perencanaan, implementasi, dan
evaluasi kegiatan kesehatan masyarakat. Sedangkan, manfaat khusus memperkirakan
kuantitas masalah, menggambarkan riwayat alamiah penyakit, mendeteksi
wabah/KLB, menggambarkan distribusi masalah kesehatan, memfasilitasi penelitian
dan epidemiologis dan laboratoris, membuktikan hipotesis, menilai kegiatan
pencegahan dan penanggulangan, memonitor perubahan agen infeksius, memonitor
upaya isolasi, mendeteksi perubahan kegiatan, merencanakan kegiatan.
Fungsi lain dari surveilans gizi
besarnya masalah kesehatan yang penting, sebagai gambaran perjalanan
alami suatu penyakit, sebagai deteksi KLB, dokumentasi, distribusi,
dan penyebaran peristiwa kesehatan, bermanfaat untuk epidemiologi dan
penelitian laboratorium, untuk keperluan evaluasi pengendalian dan
pencegahan, sebagai tool monitoring kegiatan karantina,
dapat memperkiraan perubahan dalam praktek kesehatan, dan sebagai perencanaan
2.4
Indikator
Surveilans Gizi
Untuk mencapai sasaran RPJMN Tahun 2010-2014 bidang
kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Rencana Strategi Kementerian
Kesehatan Tahun 2010-2014, yang memuat indikator keluaran yang harus dicapai, kebijakan
dan strategi. Dibidang perbaikan gizi telah ditetapkan 8 indikator keluaran,
yaitu;
1. 100% balita gizi buruk ditangani/dirawat
2. 85% balita ditimbang berat badannya,
3. 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif,
4. 90% rumah tangga mengonsumsi garam beryodium,
5. 85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A,
6. 85% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet,
7. 100% kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi,
dan
8.
100% penyediaan buff er stock MP-ASI untuk daerah bencana. (Kemenkes, 2010)
Beberapa
indikator yang berkaitan dengan dengan survelen gizi yang diajukan direktorat
gizi masyarakat adalah sebagai berikut:
1.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)
2.
Balita kurang gizi
3.
Gangguan pertumbuhan balita
4.
Kekurangan energi kronis (KEK) wanita
usia subur (WUS)
5.
Kekurangan energi kronis Ibu hamil
6.
Rumah tangga konsumsi garam beryodium
7.
Anak kekurangan vitamin A
8.
Konsumsi gizi rumah tangga
9.
Anemia gizi
10.
Gizi darurat daerah bencana
11.
Gizi lebih pada orang dewasa
12.
ASI eksklusif dan MP-ASI (Direktorat gizi masyarakat, 2009)
2.5
Akibat
Surveilans Gizi Tidak Dilaksanakan
Surveilans gizi merupakan salah satu kegiatan yang
dapat diandalkan untuk mendukung pencapaian tujuan kegiatan Pembinaan Gizi
Masyarakat. Dengan pelaksanaan surveilans gizi yang baik keadaan gizi
masyarakat dapat dipantau secara teratur, sehingga mampu mencegah,
mengantisipasi dan menangani masalah gizi di masyarakat dengan baik. Dengan kata lain jika survelen gizi tidak
dilaksanakan maka masalah gizi tidak
mampu dicegah, tidak dapat diantisipasi dan ditangani secara sempurna.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau
melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau laporan tidak
akurat maka pengelola kegiatan gizi diharuskan melakukan pembinaan secara aktif
untuk melengkapi data. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short
Message Service (SMS) atau kunjungan langsung ke puskesmas (Kemenkes, 2010).
Surveillance gizi
merupakan alat untuk :
-
Menemukan problem
gizi di masyarakat,
-
Merumuskan suatu
kebijakan
-
Perancangan dan
-
Evaluasi program
kegiatan di bidang gizi (terkait dengan pengembangan atau penanggulangan
keadaan gawat)
Tanpa suatu sistem
Surveillance Gizi yang memadai suatu penurunan gizi dan kesehatan yang
progresif/mendadak tanpa diketahui terlebih dahulu.
Ketiadaan isyarat dini menyebabkan
ketidaksiagaan berkelanjutan, respon tidak mencukupi dan pemborosan sumber yang
sia-sia (Gizi dan kesehatan masyrakat universitas Diponegoro, 2010)
2.6
Cara
Penyusunan Kuesioner
Untuk menyusun kuesioner tidak hanya dituntut
sitematis dan rapi saja, tetapi ada hal lain yang perlu diperhatikan:
1. Pertanyaan
harus jelas, artinya tidak mendua atau membingungkan untuk responden dalam
memberikan jawaban. Misalnya, pertanyaan yang sudah ditentukan agar hanya responden
yang memberikan jawabannya seperti pertanyaan yang ditentukan bahwa hanya satu
jawaban yang dianggap benar. Tetapi ternyata ada jawaban lain yang juga benar.
Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan pengolahan data dan penyusunan
kesimpulan.
2. Pertanyaan
jangan menggunakan istilah yang terlalu ilmiah atau bahasa yang sulit
dimengerti responden, seperti istilah karies gigi dan gingivitis.
3. Pertanyaan
yang terlalu luas jawabannya perlu dipecah menjadi pertanyaan yang lebih sempit
meskipun terdiri atas beberapa pertanyaan. Misalnya, “dimana keluarga Ibu
berobat gigi? Seyogianya pertanyaan tersebut dipecah menjadi, Ibu berobat gigi
dimana? Kalau suami dimana(sebab ada kemungkinan suami berobat dikantor
sekalian berangkat kerja), anak dimana?”
4. Hindari
menyusun pertanyaan dengan double
negatives. Misalnya, “setelah
pencabutan gigi ibu tudak mengalami perdarahan adan tidak sakit? Seharusnya
menjadi, “apakah ibu mengalami perdarahan satu jam setelah selesai pencabutan?
Apakah setelah pencabutan dan daya bius obat hilang ibu merasa sakit?
5. Hindari
memberi arahan ( suggestive leading )
pada jawaban yang diberikan. Misalnya, “ sehabis makan malam, ibu menggosok
gigi atau tidak? ‘pertanyaan ini menyebabkan responden meskipun seharusnya
menjawab tidak, sebab tidak melakukannya, tetapi karena malu akan menjawab ya.
Seharusnya pertanyaannya adalah “kapan Ibu menggosaok gigi?” dengan jawaban
berupa pagi sebelum berangkat kerja dan malam sebelum tidur, atau modifikasi
jawaban lain berdasarkan penilaian yang terbesar sampai sangat kurang benar.
6. Pertanyaan
harus membangun ingatan responden. Artinya pertanyaan disusun sedemikian rupa
kalau perlu dengan urutan kronologis, agar responden terbangun ingatannya pada
peristiwa atau hal-hal yang diketahui, di pahami, dan dilakukannya sehingga
memudahkan menjawab pertanyaan yang kita ajukan. Ingat kuesipner bukan
pertanyaan ujian, tetapi pertnyaan yang jawabannya kita butuhkan (datanya kita
butuhkan) untuk mencapai tujuan ataun menarik kesimpulan.
7. Pertanyaan
yang diajukan pada kuesoiner yang tertutup (close
ended) dengan beberapa kemungkinan jawaban seyogianya disusun secara rapi
(Budiharto, 2006).
Kuesioner yang digunakan harus benar-benar mewakili
apa yang menjadi tujuan penelitian yang dilakukan. Untuk itu perlu diperhatikan
hal-hal berikut:
1. Sebelum
atau pada saat membuat kuesioner, ada baiknya pelajari kuseioner yang sudah ada
dan yang relevan dengan topik penelitian yang akan dilakukan.
2. Masalah-masalah
konsep dan pengukuran dapat dipecahkan dengan berkonsultasi dengan pakar.
3. Untuk
lebih memahami tentang fenomena dan perubahan sosial, seorang peneliti harus
mencari informasi tambahan melalui data sekunder, wawancara bebas, observasi
dan berpartisipasi dalam studi kasus (Kun Maryati, 2008).
Menurut Meredith D. Gall (2003) Langkah-langkah yang
dilakukan dalam menyusun dan mengelola kuesioner penelitian
1.
Menentukan Tujuan Penelitian
Mendefinisikan permasalahan
penelitian dan tujuan khusus yang akan dicapai atau hipotesis yang akan diuji
dengan kuesioner merupakan hal penting untuk dipertimbangkan oleh seorang
peneliti sebelum mengembangkan kuesioner, agar memperoleh hasil sesuai dengan
yang diharapkan.
2.
Menentukan Kelompok Sampel
Setelah tujuan atau hipotesis telah dinyatakan secara jelas,
target populasi dari mana sampel akan dipilih harus diidentifikasi. Jika
peneliti tidak tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang suatu
situasi , maka akan terjadi kesalahan
pengiriman kuesioner pada kelompok yang tidak memiliki informasi yang diminta.
3. Merancang Kuesioner
Beberapa kuesioner penelitian
dilemparkan bersama-sama dalam satu atau dua jam. Pengalaman mengembangkan
beberapa kuesioner serampangan sebagai pendekatan penelitian telah
menyebabkan penerima kuesioner tersebut banyak bersikap negatif, kemudian
memasukkan dalam kotak sampah dengan sedikit lebih cepat.
4. Menguji
Cobakan Kuesioner
Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden, ujicobakanlah
lebih dahulu kepada sejumlah kecil responden. Ini gunanya untuk mengetahui
validitas dan reliabilitas alat ukur dimaksud. Selain itu, ini juga bisa
digunakan untuk mengetahui kemungkinan diterima atau ditolaknya hipotesis yang
telah dirumuskan. Selain itu, jika ternyata dalam uji coba ini terdapat banyak
kesalahan, maka peneliti bisa mengubah atau menyempurkannya.
5. Komunikasi
Awal Dengan Sampel
Para peneliti menemukan bahwa
menghubungi responden sebelum mengirim kuesioner akan meningkatkan tingkat
respon. Kontak awal yang dilakukan peneliti mengidentifikasi diri,
mendiskusikan tujuan penelitian, dan meminta kerjasama.
6. Surat
Pengantar Kuesioner
Tujuan utama dalam melakukan survei dengan kuesioner adalah
untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi. Surat pengantar yang
menyertai kuesioner sangat mempengaruhi tingkat pengembalian, oleh karena itu
harus dirancang dengan hati-hati. Dalam surat pengantar dijelaskan maksud
pengedaran kuesioner, jaminan kerahasiaan jawaban serta ucapan terima kasih
kepada responden.
Dalam surat pengantar kuesioner harus memuat beberapa point
penting antara lain:
a.
Maksud/tujuan
penelitian
b.
Pentingnya
penelitian yang dilakukan
c.
Batas
waktu dan cara pengembalian
d.
Kesiapan
untuk menerima masukan
e.
Penawaarn
untuk memberikan informasi hasil penelitian
f.
Ucapan
terima kasih kepada responden
7. Tindak Lanjut
Beberapa hari setelah batas waktu
yang ditentukan dalam surat pengantar, peneliti dapat menghubungi responden
dengan mengirimkan surat tindak lanjut disertai salinan kuesioner yang lain.
8.
Menganalisis
Data Kuesioner
Semua jawaban (pilihan) diberi kode dan dimasukkan
ke dalam program analisis ecstatic untuk data kualitatif. Prosedur ini
memudahkan penentuan prosentase, mean (rata-rata), range dan tabulasi silang.
Semua komentar dan jawaban tertutup dimasukkan seluruhnya ke dalam analisis
teks ethnograf yang memudahkan pengkodean dan pemilihan kata-kata responden sehingga
polanya dapat dipastikan (Satriawan, 2012)
Langkah-langkah
Membuat Kuesioner :
1.
Pastikan semua informasi didapatkan
seluruhnya untuk menjawab permasalahan, permasalahan penelitian. Hipotesis,
karakteristik tujuan penelitian
2.
Dapatkan target populasi yang jelas.
Langkah 2 Tipe metode wawancara
yaitu Tentukan tipe wawancara yang ingin dilakukan.
Langkah 3 Isi pertanyaan secara individual.
1.
Apakah pertanyaan tersebut perlu
2.
Apakah ada beberapa pertanyaan yang
membingungkan.
3.
Jangan memberikan pertanyaan yang berisi
dua alternative. (Dwi Endah Kusrini, 2009)
BAB
III
HASIL
PENGUMPULAN DATA DARI PUSKESMAS
3.1
Gambaran
Umum Tentang Puskesmas
Puskesmas Lampaseh Kota
merupakan salah satu puskesmas di Wilayah Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh. Secara
keseluruhan, luas Wilayah Desa Lampaseh Kota Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh
adalah 32 Ha. Keadaan jumlah penduduk Desa Lampaseh Kota sampai dengan bulan
Maret 2013 secara umum dapat digambarkan bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 1.279 orang dan perempuan 972 orang.
3.1.1
Letak
dan Alamat serta Batas-batas
Puskesmas Lampaseh Kota
terletak di jalan Rama Setia Lr. Syahmidin Lampaseh Kota, Kecamatan Kuta Raja
Kota Banda Aceh. Batas-batas wilayahnya
sebagai berikut :
1.
Sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Desa Merduati Kecamatan Kutaraja
2.
Sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Desa Lampaseh Aceh Kecamatan Meuraxa
3.
Sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Desa Merduati Kecamatan Kutaraja
4.
Sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Desa Punge Jurong Kecamatan Meuraxa
3.1.2
Struktur
dan Tugas Organisasi Puskesmas
Stuktur
Organisasi
Kepala puskesmas adalah
penanggung jawab umum pelayanan kesehatan di puskesmas. Kepala puskesmas
Lampaseh bertugas memimpin penyelenggaraan pelayanan kesehatan di puskesmas.
Dibawah kepala puskesmas terdapat struktur dengan unit sebagai berikut :
1. Kepala
Puskesmas : dr. Nurcahayati
2. Kepala
Tata Usaha : Efi Adriani,SKM, M.kes
- Unit
Keuangan :
Yumizar, Amd,keb
- Unit
Kartu : Darmawati,SKM
Ernilawati
- Unit
Kepegawaian : Nensi
Novera
- Unit
Askes :
Nensi Novera
- Unit
JKA :
Endang Hariyani
- BOK :
Nana Mirzana,SKM
- Unit
SP2TP/Sinpus :
Yumizar, Amd,Keb
3. Koordinator
Pelayanan Klinik
- Unit
Klinik Umum : Dewi
Ria Safitri
Devi Mailyna,Amd.keb
- Unit
Laboratorium : Azizah
Yulia,Akk
- Unit
Klinik Gigi :
drg.Juanda
- Unit
Farmasi : dr.Nurcahayati
dr.Nila Frisanti
- Unit
KB :
Siti Hasanah,Amd.keb
- Unit
Imunisasi :
Armadalita,Amd.keb
- KIA :
Neneng Sofiah
Yuslinar
- PKPR :
Ernawati,Amd.kg
- Promkes : Nana
Mirzana,SKM
4. Koordinator
Pelayanan Kes. Masy.
- Unit
MTBS :
Safwanidar
- Unit
Lansia : Lismawati
- Unit
Kesling :
Darmawati,SKM
- Unit
Gizi :
Siti Fatimah,Amd.Gz
- Unit
UKS :
Ernawati,Amd.kg
- Unit
Jiwa :
Afdilla Nova
5. Pencegahan
dan penanggulangan penyakit
- TB, Kusta :
Azizah
-
Malaria :
Yulia,Akk
-
Diare & Ispa : Marhamah,Amk
-
DBD & Surveilans : Nensi Novera
6. Koordinator
Pustu peulanggahan : Uli Rahayu
Pratama
- Bidan
Desa kp.Pande : Siti
soleha khairani,Amd.keb
- Bidan
Desa kp.Jawa : Nelli
Susanti,Amd.keb
- Bidan
Desa Peulanggahan : Febrianty Amd.keb
7. Koordinator
Pustu Gp.Pande : Maulidia
Sari,Amd.keb
-
Bidan Desa Merduati : Ita Mardiana,Amd.Keb
-
Bidan desa Lampaseh : Yashinta Dewi,Amd.keb
-
Bidan Desa Keudah : Nefihasnita,Amd,keb
8. Koordinator
Kebersihan : Agam
Bukhari
Tugas
Organisasi Puskesmas
Tugas organisasi puskesmas
Lampaseh adalah sebagai berikut :
a. Unsur
Pimpinan yaitu Kepala Puskesmas
Pimpinan (Kepala Puskesmas) bertugas untuk
memimpin semua petugas yang ada di Puskesmas Lampaseh Kabupaten Banda Aceh.
b. Unsur
Pelaksanaan
Bertugas untuk membantu Kepala Puskesmas dalam
menjalankan tugasnya, yang terdiri dari:
1. Kepala
Tata Usaha
- Unit
Keuangan
- Unit
Kartu
- Unit
Kepegawaian
- Unit
Askes
- Unit
SP2TP/ SINPUS
2. Koordinator
Pelayanan Klinik
- Unit
Klinik Umum
- Laboratorim
- Unit
Farmasi
- Unit
Pelayanan Khusus
- Unit KB
- Unit
Imunisasi
- Unit KIA
3. Koordinator
Pelayanan Kesehatan Masyar
- Unit
UKBM
- Unit
Kesling
- Unit
Gizi
- Unit UKS
4. Kepala
Puskesmas Pembantu Peulanggahan
5. Kepala
Puskesmas Pembantu Gp.Pande
Tenaga
Kesehatan yang ada di Wilayah Puskesmas Lampaseh
Ketenagaan dan fungsi tenaga
kesehatan Puskesmas Lampaseh dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Tenaga Kesehatan yang ada di Puskesmas
Lampaseh Kecamatan Kuta Raja 2013
No
|
Tenaga
Kesehatan
|
Puskesmas
|
Pustu
|
||
PNS
|
PTT
|
Bakti
|
|||
1.
|
Dokter Umum
|
3
|
|||
2.
|
Dokter Gigi & Mulut
|
1
|
|||
3.
|
Kesehatan Masyarakat
|
5
|
|||
4.
|
Apoteker
|
1
|
1
|
||
5.
|
Perawat
|
7
|
2
|
||
6.
|
Bidan
|
8
|
5
|
5
|
|
7.
|
Sanitarian
|
2
|
|||
8.
|
Nutrisionist
|
1
|
1
|
||
9.
|
Kesling
|
1
|
|||
10.
|
Perawat Gigi
|
0
|
|||
11.
|
Analis
|
1
|
|||
12.
|
Laboratorium
|
2
|
|||
13.
|
Supir
|
1
|
1
|
||
JUMLAH
|
33
|
5
|
4
|
5
|
Sumber
: Data Puskesmas Lampaseh Tahun 2013
Tenaga kesehatan
Puskesmas Lampaseh berjumlah sebanyak 47 orang yang terdiri dari PNS di
Puskesmas 33 orang, tenaga
PTT sebanyak 5
orang, Bakti sebanyak 4 orang dan tenaga Pustu sebanyak 5 orang.
3.2
Pelaksanaan
Surveilans Gizi
3.2.1
Siapa
yang diwawancarai
Pelaksanaan surveilans gizi dilakukan dilakukan di
Puskesmas Lampaseh Kecamatan Kutaraja yang di wawancarai Siti Fatimah,Amd.Gz
sebagai koordinator unit gizi, dimana data-data tentang indikator surveilans
gizi terdapat di ruangan gizi.
3.3
Hasil Surveilans Gizi dalam Bentuk Narasi, Tabel dan Diagram
1. Kasus
Balita Gizi Buruk yang ditangani
Jumlah
balita gizi buruk yang di tangani oleh puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh hanya
1 balita dari 6 balita yang menderita gizi buruk, artinya survelen gizi di
puskesmas Lampaseh belum menangani 100% balita gizi buruk. Karena hanya 1
balita yang harus dirawat dan mendapat penanganan khusus.
Tabel 2. Jumlah Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
No.
|
Usia Balita
|
Jumlah
|
Frekuensi (%)
|
1
|
0-6 bulan
|
112
|
12
|
2
|
6 bulan-1 tahun
|
137
|
14
|
3
|
1-2 tahun
|
346
|
36
|
4
|
2-5 tahun
|
361
|
38
|
Jumlah
|
956
|
100%
|
2. Balita
Ditimbang Berat Badannya
Jumlah balita yang ditimbang berat badannya di
posyandu dari 4 Desa dalm 1 bulan sebanyak 843 balita atau 88 % dari 956
balita, artinya sebanyak 113 balita tidak di timbang berat badannya karena
tidak hadir ke posyandu dengan alasan orang tua balita tidak sempat membawa
balitanya ke posyandu. Berarti puskesmas Lampaseh sudah melebihi target dari
indikator RPJM sebanyak 3%.
Tabel 3. Jumlah
Balita yang Ditimbang Berat Badan di Wilayah Kerja
Puskesmas
Lampaseh Kota Banda Aceh
Usia Balita
|
Jumlah
|
Frekuensi (%)
|
0-6 bulan
|
83
|
10
|
6 bulan-1 tahun
|
105
|
12
|
1-2 tahun
|
325
|
39
|
2-5 tahun
|
330
|
39
|
Jumlah
|
843
|
100%
|
3.
Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan
Dari
112 jumlah bayi di wilayah kerja puskesmas Lampaseh, yang mendapatkan ASI
eksklusif sebanyak 12 bayi atau 11 % dari jumlah bayi. Artinya sebanyak 100
atau 89 % bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif karena mayoritas Ibu balita
memiliki pekerjaan diluar rumah.
Tabel 4. Jumlah
Balita yang Mendapatkan ASI Esklusif di
Wilayah Kerja
Puskesmas
Lampaseh Kota Banda Aceh
Pemberian ASI Eksklusif
|
Jumlah
|
Frekuensi (%)
|
Asi eksklusif
|
12
|
11
|
Tidak Mendapat Asi Eksklusif
|
100
|
89
|
Jumlah
|
112
|
100%
|
4.
Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Garam
Beryodium
Dari
475 keluarga diwilayah kerja Puskesmas Lampaseh, dilakukan survey pada anak
sekolah dasar sebanyak 156 keluarga dengan cara murid Sekolah Dasar membawa
garam yang dikonsumsi dari rumah masing-masing, hanya 55 atau 35% keluarga yang
mengkonsumsi garam yang mengandung Iodium. Artinya 101 atau 65% keluarga tidak mengkonsumsi garam beryodium
disebabkan karena harga garam beryodium lebih mahal dibandingkan garam biasa.
Tabel 5. Jumlah
Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Garam Beryodium
di Wilayah Kerja
Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
Konsumsi Garam Beryodium
|
Jumlah
|
Frekuensi (%)
|
Mengkonsumsi
|
55
|
35
|
Tidak Mengkonsumsi
|
101
|
65
|
Jumlah
|
156
|
100%
|
5. Balita
yang Mendapat Kapsul Vitamin A
Dari 138 bayi yang berusia 6 sampai 11 bulan hanya
85 atau 61% bayi yang mendapat kapsul vitamin A. Sedangkan dari 684 balita yang
berusia <60 bulan 342 atau 50 % balita yang mendapat vitamin A. Selebihnya balita tidak mendapat
kapsul vitamin A karena tidak hadir ke posyandu.
Tabel
6. Jumlah Balita Usia 6-11 bulan yang Mendapat Kapsul Vitamin A
di Wilayah Kerja Puskesmas Lampaseh Kota
Banda Aceh
Balita usia 6-11 bulan yang Mendapat Vit A
|
Jumlah
|
Frekuensi (%)
|
Balita
yang mendapat vitamin A
|
85
|
62
|
Balita yang tidak mendapat vitamin A
|
53
|
38
|
Jumlah
|
138
|
100%
|
Tabel
7. Jumlah Balita Usia <60 bulan yang Mendapat Kapsul Vitamin A di Wilayah
Kerja Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh
Balita usia <60 bulan yang Mendapat Vit A
|
Jumlah
|
Frekuensi (%)
|
Balita yang mendapat vitamin A
|
342
|
50
|
Balita yang tidak
mendapat vitamin A
|
342
|
50
|
Jumlah
|
684
|
100
|
6. Ibu
Hamil yang mendapat Fe 90 tablet
Dari 202 jumlah Ibu hamil di wilayah kerja puskesmas
Lampaseh, 60 atau 30% ibu hamil mendapat tablet Fe dan rata-rata hanya
mendapatkannya pada trismester pertama karena Ibu hamil tidak datang pada
trimsester berikutnya. Sedangkan selebihnya sebanyak 70 % Ibu hamil tidak mendapat
tablet Fe karena mayoritas Ibu hamil diwilayah kerja Puskesma Lampaseh lebih
memilih untuk memeriksakan kehamilannya pada dokter spesialis kandungan.
Tabel
8. Jumlah Ibu Hamil yang mendapat Fe 90 tablet di Wilayah Kerja
Puskesmas
Lampaseh Kota Banda Aceh
Jumlah Ibu Hamil
|
Jumlah
|
Frekuensi (%)
|
Yang Mendapat Fe
|
60
|
30
|
Tidak Mendapat fe
|
142
|
70
|
Jumlah
|
202
|
100
|
7. Kabupaten/Kota
Melaksanakan Surveilans Gizi
Surveilans
gizi belum 100% di laksanakan di
beberapa puskesmas kota Banda Aceh, karena banyak masyarakat yang datang ke
puskesmas hanya pada saat mengobati penyakit saja sedangkan untuk memeriksa
kehamilan dan membawa balita ke posyandu, masyarakat kurang berpartisipasi
karena kecamtan Kuta Raja berada dipusat kota Banda Aceh dan masyarakatbanyak
yang lebih percaya memeriksa
kesehatannya pada dokter speasialis dibandingkan mengunjungi puskesmas.
8.
Penyediaan Bufer Stock MP-ASI Daerah
Bencana
Makanan
pendamping ASI (MP-ASI) tidak disediakan
untuk daerah bencana karena keterbatasan biaya dari Dinas Kesehatan. MP-ASI
hanya disediakan untuk balita yang mengalami gizi buruk. MP-ASI yang diberikan
terdiri dari susu, bubur tim, telur dan bubur kacang hijau.
BAB
IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
- Pelaksanaan surveilans gizi masih kurang karena sebagian indikator surveilans
gizi belum mencapai target yang sesuai dengan RPJM tahun 2014 hanya 1 indikator
yang mencapai target yaitu penimbangan balita tiap bulan di posyandu.
- Indikator lain belum mencapai target karena
surveilans susah dilaksanakan sebab banyak masyarakat tidak banyak yang
mengunjungi puskesmas untuk memeriksa kesehatannya.
4.2
Saran
Masyarakat kecamatan Kuta Raja sebaiknya mengunjungi
puskesmas untuk memeriksa kesehatannya. Karena Puskesmas disediakan Pemerintah
Kesehatan untuk kesehatannya masyarakat yang lebih baik selain itu puskesmas
tidak memungut biaya apapun pada pasien dan lokasinya juga dekat dengan
pemukiman masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
- Budiharto, 2006, Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan
Gigi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta
-
Edison, 2010. Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran. Universitas Andalas.
- Kemenkes. 2010. Pedoman Pelaksanaan
Surveilans Gizi di Kabupaten/Kota. Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
-
Rahayu, Endang, 2011. Rapat Kerja
Kesehatan Nasional (Rakerkesnas). Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar